Warung Pintar bantu usaha warung kelontong.
Siapa yang tidak kenal dengan warung? Warung memang sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Warung tak hanya menjadi tempat jual beli, tetapi juga menjadi tempat berlangsungnya aktivitas sosial. Bahkan bagi sebagian orang, warung juga kerap menjadi tempat mereka berhutang.
Kini saat semuanya sudah serba online, keberadaan warung tetap tak terlupakan. Karena tak mungkin untuk sekadar membeli mi instan atau kerupuk, Anda membelinya secara online. Tempat yang akan kita tuju pasti lah warung.
Sayangnya, banyak warung yang tak bisa berkembang. Bahkan sudah bertahun-tahun berdiri, pemilik warung hidupnya tak kunjung berubah, barang-barang yang dijual pun itu-itu saja. Tak ada perubahan. Hal inilah yang membuat Agung Bazharie dan teman-temannya, terdorong untuk mendirikan Warung Pintar, usaha rintisan (startup) ritel yang fokus pada pengembangan warung-warung kelontong.
Menurut Agung, saat ini setidaknya ada sekitar 3 juta warung kelontong di Indonesia. Namun skala bisnisnya masih usaha mikro dan sulit untuk berkembang. Kebanyakan warung tak bisa berkembang karena tak memiliki akses luas, pemiliknya juga tak memiliki pengetahuan luas, bahkan ada pula yang masih ‘buta’ teknologi.
Tak semuanya memang, banyak pemilik warung yang memiliki akun media sosial atau berkomunikasi via Whatsapp. Dari situ sebenarnya mereka sudah memiliki modal dasar. Hanya saja menurut Agung, tak ada aplikasi teknologi yang benar-benar dapat membantu mereka.
Agung yang dulu pernah mencoba membantu di sebuah warung pun memiliki ide untuk membuat Warung Pintar. Berbagai dukungan pun ia dapat, mulai dari akses barang yang lebih murah, perangkat elektronik hingga pemanfaatan software guna menunjang usaha.
Satu per satu pemilik warung pun tertarik untuk bermitra dengan Warung Pintar sejak November 2017. Kini setelah dua tahun, setidaknya sudah ada 1.000 Warung Pintar di Jakarta dan sekitarnya. Dengan dukungan teknologi serta riset yang mengedepankan tiga pilar, yaitu Internet of Things (IoT), big data analytics dan blockchain, pemilik warung merasakan keuntungan dari aplikasi tersebut. IoT membantu meningkatkan akurasi pemasukan data ritel. Big data analytics membantu memahami perilaku para pelanggan. Sedangkan blockchain membantu menciptakan transparansi.
Upaya untuk mengangkat derajat warung kelontong pun mulai terlihat dari naiknya penghasilan pemilik warung yang bergabung dengan Warung Pintar. Bahkan ada warung yang tadinya hanya berpenghasilan Rp 150.000 per hari, sekarang menjadi Rp 4 juta sehari.
Hingga saat ini, permintaan warung-warung kelontong untuk bergabung dengan Warung Pintar terus bertambah. Bahkan pada Desember 2018 lalu, ada 12.000 pemilik warung yang ingin bergabung. Meski bagian dari bisnis, Agung belum berambisi menjadikan Warung Pintar sebagai unicorn, perusahaan startup dengan valuasi 1 miliar dollar AS. Bagi Agung dan teman-temannya, ada hal lain yang lebih penting, yaitu mengangkat derajat warung kelontong.