ID | EN

Kepopuleran Kuliner Kopitiam: Mengembalikan Cita Rasa Nostalgia

Kopitiam kembali lagi menjadi tren sebagai tempat ngopi dan bersantai yang banyak digemari berbagai kalangan. Cari tahu apa alasannya berikut ini. Scroll ke bawah
 
Belakangan ini mulai marak bermunculan destinasi kuliner yang mengangkat nuansa pecinan lama bertajuk Kopitiam. Dengan branding nama kedai yang bernuansa timur oriental dan dekorasi yang juga mengikuti tema senada, kesan rumahan sangat kental dengan pilihan menu yang diadopsi dari tradisi kopitiam ala para pendatang atau imigran dari Negeri Bambu.
 
Konsep tempat makan kopitiam pertama kali terlacak hadir di Malaysia sejak tahun 1800-an, mengikuti dengan era migrasi orang Hainan dari Pulau Hainan, Cina. Para perantau Tionghoa yang berdialek Kanton, Teochew, dan Hokkien telah menetap di Malaysia untuk berdagang dan bertani, hingga bekerja di pertambangan. Dengan tujuan yang sama, orang Hainan pun mendatangi Malaysia dan sebagian dari mereka memutuskan untuk membeli tempat dan membuka restoran kecil di seluruh negeri.
 
Menurut sebuah diskorsi oleh akademisi Gaik Cheng Koo  dalam “Kopitiam: Discursive Cosmopolitan Spaces and National Identity in Malaysian Culture and Media”, pemilik kopitiam di Malaysia dulu biasa menyewakan sebagian tempat kedai kepada penjual makanan. Namun, untuk minuman menjadi hak monopoli sang pemilik.
 
Sementara itu, di Singapura, fenomena serupa juga terjadi saat imigran Tionghoa mulai bekerja di kapal milik Inggris atau rumah tangga bangsa Eropa sehingga percampuran budaya terjadi. Kopitiam menjadi gerakan kuliner baru yang lahir dari adaptasi sarapan ala Barat yang dipadukan dengan kebiasaan warga lokal.
 
Kopitiam perlahan menjadi pilihan tempat makan dengan harga terjangkau di Singapura. Sudah bukan pemandangan yang asing di kopitiam di mana para pengunjung bersantai untuk bermain catur, sambil menyeruput secangkir kopi.
 
Bergeser ke Indonesia, kopitiam hadir dengan pengaruh negeri jiran yang kuat. Di pulau-pulau yang bertetangga dengan Malaysia, seperti di Bangka Belitung dan Riau, bermunculan banyak kedai kopi milik orang Tionghoa.
 
Meskipun sudah lama beroperasi di pulau-pulau di luar Jawa, kopitiam belakangan mulai mengalami kepopuleran dan kebangkitan kembali. Branding nostalgia dengan tatanan rumah tua dan pernak-pernik khas daerah pecinan yang kental menjadi daya tarik utama. Mengapa kopitiam kembali naik daun setelah tren kopi kekinian berangsur surut?
 
1. Citarasa yang akrab di lidah
 
Sumber: Photo by Amelia Vu on Unsplash
 
Menu andalan kopitiam biasanya adalah kopi, dengan roti bakar dan telur setengah matang. Di luar itu, kopitiam biasanya berkreasi dengan berbagai menu fusion Indonesia, Cina, dan Melayu. Ketiga negara asal menu-menu di kopitiam ini memiliki citarasa khas yang dekat dengan lidah nusantara, membuat orang lebih berani mencoba dan bereksplorasi dengan berbagai kopitiam yang bermunculan.
 
2. Kesederhanaan dan kekeluargaan
 
Sumber: Photo by Grace Ho on Unsplash
 
Tidak hanya nuansa nostalgia, interior kopitiam yang dibalut se-rumahan mungkin terbukti mampu membuat orang betah berlama-lama dan bercengkerama. Kesan sederhana dan kekeluargaan yang hangat juga menjadi magnet, lekat dengan nuansa kopitiam yang ramah.
 
3. Kopi yang bisa diterima oleh siapa saja
 
Sumber: Photo by Alfred on Unsplash
 
Bukan kopi artisan, bukan juga kopi specialty, kopi di kopitiam juga sesederhana nuansa nostalgia-nya. Rata-rata, kopitiam memilih varietas Arabika yang lebih mudah dijumpai dan familiar. Yang unik, banyak dari kopitiam yang menggoreng biji kopi dengan gula dan mentega dalam wajan panas sebelum diseduh untuk mendapatkan rasa khas kopitiam. Dari seduhan kopi dasar ini, kreasi menu kopi di kopitiam pun cukup beragam, mulai dari kopi hitam, kopi susu, hingga es kopi.
 
Kepopuleran kopitiam membuktikan khasanah kuliner di Indonesia senantiasa berevolusi dan juga kental dengan nostalgia. Kedua hal ini bisa berjalan berdampingan dan menciptakan pilihan kuliner yang kaya dan juga dekat dengan keseharian orang-orang Indonesia.
Scroll To Top