Candra Naya, rumah walikota sejak abad 19.
Terkepung di tengah pusat bisnis yang menjulang tinggi di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, apa yang tersisa dari rumah Candra Naya masih memancarkan pesona lamanya, membangkitkan suasana nostalgia bagi pengunjung yang datang. Bekas rumah besar walikota keturunan Cina, Candra Naya dikelilingi oleh empat menara abad 21, serta superblok bernama Green City Centre yang terdiri dari hotel Novotel, apartemen, gedung perkantoran, restoran, dan bank.
Meski begitu, pintu besar bergaya Tiongkok, atap bata melengkung, lampion merah dan kaligrafi Cina masih memberikan bangunan bersejarah ini pemandangan yang menawan. Bangunan depan rumah yang lebih kecil menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa utuh. Namun setelah banyak protes dari masyarakat dan sejarawan, pengembang membangun kembali gedung-gedung sayap, yang dibongkar pada tahun 1990-an untuk memberi jalan bagi peralatan berat yang digunakan untuk mendirikan bangunan komersial modern.
Candra Naya dibangun pada abad ke-19 dan merupakan kediaman Khouw Kim An, walikota keturunan Tionghoa terakhir di Jakarta. Gedung ini kemudian menjadi pusat organisasi sosial dan pendidikan Tionghoa bernama Sin Ming Hui setelah sang walikota meninggal pada tahun 1946. Pada tahun 1957, nama itu diubah menjadi Candra Naya setelah pemerintah mewajibkan semua nama asing diubah menjadi nama Indonesia.
Bangunan ini sempat akan dipindahkan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII), tetapi mantan gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menolak rencana tersebut. Kini Candra Naya berada di bawah supervisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, serta termasuk dalam komplek hunian superblok PT Modernland Realty Tbk. Untuk masuk ke rumah bersejarah ini gratis, tetapi tidak diperkenankan memotret menggunakan kamera beresolusi tinggi.